[116] Menuju Liberalisasi Sempurna
![](http://mediaumat.com/images/2013/desember/krisis_ekonomi.jpg)
Begitu reformasi berlangsung, semua pembatasan itu dipreteli sedikit demi sedikit. Ini terjadi setelah Indonesia meratifikasi pendirian WTO
Para investor asing berlomba-lomba masuk ke Indonesia. Tapi, mereka tak mau berinvestasi jika investasi mereka dibatasi kurang dari 50 persen. Mereka ingin bisa menguasai mayoritas, bahkan jika memungkinkan, semuanya.
Salamuddin Daeng, peneliti di Indonesia for Global Justice, mengungkapkan, untuk memenuhi hasratnya itu para investor tidak berjalan sendiri. Mereka menggandeng pemerintahnya dan organisasi internasional.
Salah satu cara yang digunakan, jelasnya, adalah melalui Bilateral Investment Treaties (BIT). Dan, ternyata Perjanjian Investasi Bilateral telah dinegosiasikan sejak akhir 1950-an. BIT berisi perjanjian untuk promosi, perlindungan investasi. Perjanjian BIT mencakup perlakuan yang sama terhadap investasi, kompensasi dalam hal pengambilalihan/nasionalisasi atau gangguan pada investasi, menjamin kebebasan transfer dana, dan mekanisme penyelesaian sengketa antara negara dengan investor dengan negara.
Indonesia di bawah rezim Orde Baru memang masih membatasi investasi asing pada beberapa sektor meskipun perusahaan asing khususnya di sektor migas sudah menguasai hampir sebagian besar ladang migas di Indonesia. Di awal Orde Baru, pemerintah mengeluarkan UU Penanaman Modal Asing dalam Pasal 6 Undang-Undang PMA No 1/1967 jo Undang-Undang No. 11/1970 yang mengatur secara tegas bahwa kegiatan ekonomi yang sifatnya menyangkut hajat hidup orang banyak tidak diperkenankan dikelola dengan modal lain termasuk modal asing.
Tapi begitu reformasi berlangsung, semua pembatasan itu dipreteli sedikit demi sedikit. Ini terjadi setelah Indonesia meratifikasi pendirian WTO melalui UU No 7 Tahun 1994. Seluruh kesepakatan di bawah WTO mutlak harus diikuti Indonesia. Agenda utama WTO adalah menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tarif maupun non tarif serta menghilangkan hambatan investasi, dan meningkatkan komitmen dalam IPR (HAKI).
Tidak hanya itu, pemerintah pun menandatangani berbagai perjanjian perdagangan bebas FTA, seperti Asean Free Trade Agreement (AFTA), ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), Indonesia Japan Economic Comprehensive Partnership Agreeement (IJEPA). Sedikitnya 67 BIT yang ditandatangani pemerintah Indonesia. Perjanjian ini merupakan perjanjian perlindungan investasi tingkat tinggi bagi investor.
Kran liberalisasi ini mencapai puncaknya ketika pemerintah mengeluarkan UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Menurut Salamuddin, UU ini merupakan adopsi prinsip dasar dari WTO, BIT, dan FTAs. UU ini sejalan dengan kepentingan perusahaan multinasional.
Sejak itulah, lanjutnya, pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai strategi untuk membuka semua sektor ekonomi strategis bagi investasi asing, mulai dari air, energi, pangan, dan keuangan.
Bersamaan itu, pemerintah pun melahirkan UU yang mendukung proses liberalisasi investasi itu. Tujuannya untuk memfasilitasi investasi asing di Indonesia. Beberapa UU itu yakni UU Bank Indonesia, UU perbankan, Migas, UU Minerba, UU Sumber Daya Air, UU Kehutanan. Keseluruhan UU tersebut ditujukan dalam rangka memfasilitasi investasi asing seluruh sektor strategis di Indonesia.
Hanya saja proses pembuatan UU Penanaman Modal dan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak dilakukan sendiri oleh pemerintah. Semua di bawah arahan dan perintah IMF, World Bank dan Asian Development Bank. “Semua UU yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan di Indonesia dibuat atas perintah dari institusi keuangan global dan negara-negara maju,” kata Salamuddin.
Didorong Peringkat
Tidak cukup hanya mendorong liberalisasi secara sistemik, asing pun menciptakan lingkungan yang bisa memacu proses liberalisasi itu. Salah satunya dengan menciptakan instrumen/perangkat ukur guna menghitung indeks liberalisasi. Dari situlah nantinya negara-negara yang menjadi target akan dinilai.
Lembaga riset Amerika Heritage Foundation secara berkala mengeluarkan hasil risetnya. Tahun lalu, Indonesia menduduki posisi 115 dalam daftar 180 negara dengan sistem perekonomian paling liberal. Meski posisinya masih di bawah, ada beberapa perbaikan yang membuat indeks liberalisasi ekonomi Indonesia membaik.
Dikutip dari laman heritage.org, skor liberalisasi ekonomi Indonesia mencapai 56,4, meningkat 0,4 poin dibanding tahun lalu. Kenaikan skor itu dipicu perbaikan di 10 sektor yakni diantaranya liberalisasi sistem moneter, perdagangan serta pembatasan peran pemerintah dalam pembangunan melalui pengetatan anggaran.
Indonesia menduduki rangking 23 dari 41 negara Asia Pasifik yang masuk dalam daftar ini. Namun jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia relatif tertinggal. Malaysia menduduki posisi 53 dengan skor 66.4, sedangkan Thailand menempati posisi 60 dengan skor 64.9.
Lembaga Amerika itu pun memuji Indonesia karena dianggap berhasil melakukan reformasi untuk mengatasi berbagai kelemahan struktural dalam perekonomian serta berupaya meningkatkan daya saing. Perekonomian Indonesia dianggap terbukti tangguh, tetap tumbuh di atas 6 persen, di tengah gejolak krisis global dua tahun terakhir.
Lembaga itu menilai, reformasi yang dilakukan juga telah membuahkan efisiensi regulasi, meningkatkan daya saing daerah, dan menambah peran swasta melalui desentralisasi. Keuangan publik telah dikelola dengan baik, dan utang telah disimpan di bawah kontrol.
Pujian itu akan kian membuat para pejabat negara mabuk dan menjual negeri ini semuanya, tanpa sisa. Jadilah liberal sempurna! [] humaidi
BOKS
Daftar UU Berbau Liberal
Source: http://mediaumat.com/media-utama/5158-116-menuju-liberalisasi-sempurna-.html